Label

Selasa, 12 Februari 2013

Pesta Rakyat atau Pesta "Calon Wakil" Rakyat ??

Hari sabtu sampai senin kemarin, saya pulang ke kampung halaman saya di Purbalingga, Jawa Tengah,,
bukan untuk liburan, tapi karena Adik Ipar saya menikah dan kebetulan saya diminta membuat NPWP untuk keperluan data pegawai di kantor,,

Ternyata diluar 2 agenda itu, di kabupaten saya, sedang ada Pesta Rakyat, yaitu pemilihan kepala desa secara serentak di 152 Desa, yang tersebar di 18 Kecamatan. Walaupun diluar rencana, namun sebagai warga desa yang baik saya menggunakan hak pilih saya untuk memilih kepala desa yang akan memimpin desa saya (karang duren, kecamatan bobotsari) untuk 6 tahun kedepan.

Biasanya, pemilihan itu identik dengan simbol-simbol partai atau foto-foto calon. Uniknya didaerah saya tiap calon kepada desa punya logo tersendiri, yaitu menggunakan gambar-gambar tanaman kebutuhan pokok. contohnya Padi, Ketela, Jagung, Kelapa, Tebu, dll., tergantung jumlah calon kepala desa. Penentuan logo ini biasanya diundi.

Dibalik semua keunikannya, satu hal yang saya paling tidak suka di ajang Pesta Rakyat ini adalah adanya money politik. Walaupun pemilihan hanya sebatas kepala desa, namun ternyata tidak sedikit uang yang dikeluarkan untuk "membeli" suara warga. Uang yang dikeuarkan untuk tiap suara berkisar antara 20 ribu sampai 50 ribu. Jika sang calon kepala desa membeli 200 suara, maka uang yang dia harus keluarkan antara 40 juta sampai 100 juta rupiah. Sebuah nilai yang besar jika hanya untuk menduduki kursi kepala desa. Dalam membeli suara, para calon biasanya tidak mendatangi warga secara langsung, namun melalui tim sukses mereka atau calo suara yang biasanya datang menawarkan diri kepada para calon kades.

Miris, tapi inilah realitanya. Ternyata praktik jual beli suara tidak hanya berlangsung di ranah para wakil rakyat di Senayan sana, tapi sudah mengakar sampai ke desa-desa. Sebuah agenda besar Pemilihan Umum yang sering disebut "Pesta Rakyat" memang benar-benar digunakan untuk kesenangan rakyat karena mereka dapat meraup rupiah yang lumayan apabila mendapat "Uang Suara" dari beberapa calon. Atau bisa jadi pemilu hanya menjadi "Pesta Calon Wakil Rakyat", yang dengan begitu mudahnya mereka menghambur-hamburkan uang untuk memenuhi ambisi menduduki kursi panas.

terkadang orang lebih sering "Membenarkan yang sudah biasa", bukankah seharusnya kita "Membiasakan yang benar?"

Minggu, 03 Februari 2013

Happy Ending (Abdul and The Coffee Theory)

lagu ini pertama kali denger pas lagi setting jaringan buat absensi RFID di kantor,,
naahhh,, gak tahu kenapa langsung jatuh cinta banget sama lagu ini,,
mungkin emang lagi pas kali ya,, #eeeeeaaaa,,,
liriknya simpel,, lagunya nggak panjang,, dan yang penting gampang banget dinyanyiin,, :D
pas balik ke rumah langsung nyari liriknya buat di tulis di blog,,
terus langsung cari di cound cloud biar bisa jadi backsound,, :D
buat yang belum tahu lagunya, ceekkiiiidooottt,,,

Happy Ending


Kaulah yang pertama ingin ku lihat
Saat mentari mulai bersinar
Kaulah yang terakhir ingin ku lihat
Saat ku pejamkan mata
*courtesy of LirikLaguIndonesia.Net
Indah matamu, indah wajahmu
Mampu menyinari duniaku
Indah hatimu, indah cintamu
Mampu menyadarkan diriku
Walau tak ada cinta di dunia
Ku kan selalu di sampingmu
Karna kamu happy ending-ku

Kaulah yang pertama ingin ku lihat
Saat mentari mulai bersinar
Kaulah yang terakhir ingin ku lihat
Saat ku pejamkan mata

Indah matamu, indah wajahmu
Mampu menyinari duniaku
Indah hatimu, indah cintamu
Mampu menyadarkan diriku
Walau tak ada cinta di dunia
Ku kan selalu di sampingmu
Karna kamu happy ending-ku

Indah matamu, indah wajahmu
Mampu menyinari duniaku
Indah hatimu, indah cintamu
Mampu menyadarkan diriku
Walau tak ada cinta di dunia
Ku kan selalu di sampingmu
Karna kamu happy ending-ku

Indah matamu, indah wajahmu
Mampu menyinari duniaku
Indah hatimu, indah cintamu
Mampu menyadarkan diriku
Walau tak ada cinta di dunia
Ku kan selalu di sampingmu
Karna kamu happy ending-ku

Happy ending-ku yeah
Happy ending-ku